Gebrakan baru .. ..
sahabat galery book's yang bingung nyari sample makalah mengenai Politik Luar Negeri Indonesia jangan risau lagi karena galery book's akan menyajikan sample makalah seperti yang sahabat-sahabat galery book's cari selama ini. Ok cekidot . .. ..
BAB I
PENDAHULUAN
Pada hakekatnya
kepentingan nasional Indonesia adalah menjamin kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia yang berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh
karena itu, tegaknya NKRI yang memiliki wilayah yurisdiksi nasional
dari Sabang sampai Merauke sangat perlu untuk dipelihara.
Namun mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas, dimana terdiri lebih dari
17.500 pulau, memiliki posisi yang sangat strategis di antara benua Asia
dan Australia, serta di antara Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Dengan posisi strategis
tersebut, maka berbagai negara khususnya negara-negara besar memiliki
kepentingan terhadap kondisi stabilitas keamanan di Indonesia. Implikasi
dari kepentingan negara lain tersebut menimbulkan kecenderungan campur tangan
atau kepedulian yang tinggi dari negara-negara tersebut terhadap kemungkinan
gangguan stabilitas keamanan Indonesia.
Sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945, maka kepentingan nasional Indonesia
adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, mencerdaskan
kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kepentingan nasional tersebut diaktualisasikan salah satunya dengan
pelaksanaan politik luar negeri bebas dan aktif. Polugri ini dituangkan
kedalam program kerja cabinet, dan pada saat ini, kebijakan luar negeri
Indonesia pada tahun 2005 merupakan bagian dari kebijakan pemerintahan Kabinet
Indonesia bersatu (2004-2009), yang konsisten diabdikan bagi kepentingan
nasional.
Pencapaian kepentingan
nasional Indonesia di dunia internasional tidak terlepas dari perubahan
lingkungan strategis balik dalam tataran global maupun regional yang memberikan
tantangan sekaligus kesempatan bagi proses pencapaian kepentingan
tersebut. Dan dalam rangka menghadapi tatanan dunia yang semakin berubah
dengan cepatnya, semakin disadari perlunya untuk mengembangkan kelenturan dan
keluwesan dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri agar dapat memanfaatkan
berbagai tantangan dan peluang yang muncul dari perubahan lingkungan strategis
secara optimal. Sehubungan dengan hal tersebut, Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono dalam pidato kuncinya pada bulan Mei 2005 telah memperkenalkan suatu
konsep baru yaitu kebijakan luar negeri “konstruktivis”, yang pada
intinya dimaksudkan untuk mengembangkan tiga macam kondisi dalam pelaksanaan
kebijakan luar negeri Indonesia yaitu: (1) pola pikir positif dalam mengelola
kerumitan permasalahan luar negeri; (2) konektivitas yang sehat dalam
urusan-urusan internasional; dan (3) identitas internasional yang solid bagi
Indonesia yang didasarkan pada pencapaian-pencapaian domestik dan diplomatiknya.
Diplomasi Indonesia yang dilaksanakan oleh Departemen Luar Negeri (Deplu)
turut mengaktualisasikan program dan prioritas Kabinet Indonesia Bersatu yang
pada intinya adalah melakukan diplomasi total untuk ikut mewujudkan Indonesia
yang bersatu, lebih aman damai, adil, demokratis dan sejahtera.
Untuk memastikan
tercapainya tujuan nasional, Departemen Luar Negeri menekankan pada kerja sama
diplomatik dengan negara-negara di dunia internasional dalam seri lingkaran
konsentris (concentric circles) yang terdiri dari: Lingkaran pertama
adalah Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang merupakan
pilar utama bangsa Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya. Kemudian
yang berada pada lingkaran konsentris kedua adalah ASEAN + 3 (Jepang, China,
Korea Selatan). Di luar hal tersebut, Indonesia juga mengadakan hubungan kerja
sama yang intensif dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa yang merupakan partner
utama ekonomi Indonesia. Dalam lingkaran konsentris yang ketiga, Indonesia
mengakui pentingnya menggalang kerja sama dengan like-minded developing
countries. Itulah yang menyebabkan Indonesia secara aktif ikut serta
dalam keanggotaan Non-Aligned Movement (NAM), the Organization of the
Islamic Conference (OIC), the Group of 77 (G-77) dan the Group of
15 (G-15). Dengan forum-forum tersebut Indonesia dapat menerapkan
diplomasinya untuk memperkuat usaha bersama dalam rangka menjembatani
kesenjangan antara negara-negara berkembang dengan negara maju. Sementara itu,
pada level global, Indonesia mengharapkan dan menekankan secara konsisten
penguatan multilateralisme melalui PBB, khususnya dalam menyelesaikan segala
permasalahan perdamaian dan keamanan dunia. Indonesia juga menolak segala
keputusan unilateral yang diambil di luar kerangka kerja PBB.
Penerapan politik luar
negeri bebas - aktif tersebut juga harus disesuaikan dengan perubahan
lingkungan strategis baik di tingkat global maupun regional yang sangat
mempengaruhi penekanan kebijakan luar negeri Indonesia. Polugri Indonesia
didesain untuk mampu mempertemukan kepentingan nasional Indonesia dengan
lingkungan internasional yang selalu berubah. Tidak dapat
dipungkiri perlunya polugri yang luwes dan flexible untuk menghadapi
segala tantangan dimaksud. Perubahan lingkungan internasional tersebut
tidak hanya disebabkan oleh dinamika hubungan antar negara tetapi juga
perubahan isu, dan munculnya aktor baru dalam hubungan internasional yang
berupa non-state actors.
BAB II
PEMBAHASAN
Lingkungan Strategis
Nasional
Fenomena saling ketergantungan
antar negara dan saling keterkaitan antar masalah memang telah terlihat dalam
interaksi hubungan internasional. Hal ini tercermin dari pembentukan kelompok
kerja sama regional baik berlandaskan kedekatan geografis maupun fungsional
yang semakin meluas. Demikian pula, saling keterkaitan antar masalah juga
terlihat dari pembahasan topik-topik global pada agenda internasional yang
cenderung membahas isu-isu yang menyangkut hak asasi manusia (HAM), intervensi
humaniter, demokrasi dan demokratisasi, “good governance” dan
anti-korupsi, lingkungan hidup, masalah tenaga kerja, kejahatan transnasional
seperti terorisme dll. Fenomena tersebut di atas diikuti pula oleh fenomena
globalisasi yang semakin meluas, dimana globalisasi merupakan arus kekuatan yang
dampaknya tidak dapat dielakkan oleh negara manapun di dunia. Globalisasi telah
membawa berbagai peluang besar bagi kemajuan perekonomian negara-negara yang
dapat memanfaatkannya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi pada
kenyataannya juga memiliki dampak yang merugikan, khususnya bagi negara-negara
yang belum atau kurang mampu memanfaatkan kesempatan yang tersedia.
Situasi politik dan
keamanan dunia pasca perang dingin relatif stabil dalam pengertian tidak ada
perang besar yang terjadi, namun terjadi proxy war dibeberapa
kawasan. Dalam perkembangan terakhir, kawasan Asia dan Pasifik relatif
aman dan stabil. Situasi konflik di Afghanistan telah menunjukkan tanda-tanda
perbaikan. Dalam situasi konflik Arab/Israel, terdapat langkah maju
dengan penarikan mundur Israel secara sepihak dari Jalur Gaza dan
berlangsungnya proses demokratisasi di Palestina yang memberikan harapan bagi
pembukaan kembali perundingan damai yang berkelanjutan. Selain itu, di sejumlah
negara khususnya di kawasan Afrika, Amerika Selatan dan Tengah, serta Asia
Pasifik –yang sejak awal 1990-an menjadi ajang konflik internal- kini telah
tampil pemerintahan-pemerintahan baru yang demokratis. Proses demokratisasi
yang mulai tumbuh dan menguat di wilayah-wilayah konflik dapat dijadikan titik
awal yang sangat diperlukan demi terciptanya penyelesaian konflik-konflik
tersebut. Selain konflik-konflik eksternal, konflik - konflik internal di
berbagai belahan dunia juga relatif mereda. Misalnya saja Indonesia yang dapat
menyelesaikan konflik di Aceh dengan cara-cara damai. Banyak pihak yang menilai
bahwa penyelesaian masalah di Aceh dapat dijadikan salah satu contoh yang baik
dalam menyelesaikan konflik internal suatu negara.
Dalam sektor ekonomi,
pertumbuhan ekonomi dunia akhir – akhir ini menunjukkan tanda-tanda
perkembangan positif. Peningkatan ini dipengaruhi oleh ekonomi AS yang
terus membaik dan ekonomi China yang terus tumbuh dengan rata-rata tinggi.
Menyusul perekonomian Jepang yang mulai pulih setelah mengalami stagnasi, berbagai
krisis dan skandal selama 15 tahun. Bahkan Jepang mencatat pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi dari pada Eropa. Ekonomi India juga telah
menyumbangkan prestasi ekonomi dalam dunia internasional dengan pertumbuhan
ekonominya yang mencapai 7%.
Namun demikian,
terdapat pula beberapa peristiwa penting yang berdampak pada perekonomian dunia
saat ini. Kenaikan harga bahan bakar minyak adalah salah satu masalah yang
cukup mendominasi. Setelah topan Katrina menyapu Amerika Serikat, harga minyak
per barrel sempat menyentuh 70 Dolar AS. Namun, sejumlah pakar
mengingatkan bahwa kenaikan harga BBM dunia terutama disebabkan permintaan
tinggi yang tidak diimbangi kapasitas penyediaan yang memadai dari pihak
produsen. Selain itu, faktor lain yang menghambat pertumbuhan ekonomi global
adalah kemiskinan. Sekitar 21 % dari penduduk dunia masih berada di bawah
garis kemiskinan. Sementara itu, upaya mencapai sasaran pembangunan global yang
ditargetkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) setelah 5 tahun
ternyata masih menjadi sumber keprihatinan khususnya bagi negara-negara
berkembang.
Setelah 20 tahun pasca
perang dingin, unilateralisme ekslusif Amerika Serikat memang masih terjadi di
berbagai kawasan, tetapi sudah mulai melemah secara berangsur-angsur. Dalam
gambaran dunia yang kontradiktif, muncul kekuatan-kekuatan baru di luar
Amerika. Untuk kawasan Eropa, Uni Eropa masih merupakan benih kekuatan baru
kendati di tahun 2005 mereka gagal menyepakati konstitusi bersama. Di Asia
Selatan, India muncul sebagai kekuatan yang sangat berpengaruh dan menjadi
penentu stabilitas di kawasan. Sedangkan di kawasan Asia Timur, China dan
Jepang memainkan peranan politik yang sangat penting. Pergeseran kekuatan ini
disebabkan salah satunya oleh faktor ekonomi, lebih spesifik lagi adalah soal
minyak. Di tahun yang akan datang, persoalan energi ini masih akan tetap
menjadi motor dinamika politik dunia. Perebutan pengaruh atas sumber
minyak dunia tercermin di lapangan geostrategi. Ketika Amerika berhasil
mengontrol minyak Timur Tengah, China dan Rusia berhasil menguasai jalur
eksplorasi minyak Asia Tengah dan Laut Utara. Medan pengaruh minyak masih
akan meluas ke wilayah lain seperti Asia Tenggara, Afika dan lain-lain.
Dunia yang penuh dengan
ketidakpastian dan kontradiksi inilah yang menjadi lingkungan strategis di mana
diplomasi Indonesia dapat dijalankan secara tepat dan menyeluruh. Peluang untuk
memanfaatkan kesempatan yang terbuka dari era globalisasi ini, akan tergantung
pada kedekatan faktor-faktor internasional dengan faktor-faktor domestik
(intermestik) kita. Kemajuan dari proses reformasi dan demokratisasi telah
memungkinkan Indonesia menjadi negara yang lebih siap dalam menghadapi proses
globalisasi dan mampu menempatkan dirinya tampa ada rasa kecanggungan
dalam arus utama dari masyarakat global.
Linkungan Strategis
Kawasan
Proses integrasi
negara-negara kawasan Asia Timur semakin berkembang pesat. Hal ini tidak
terlepas dari peran penting ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia
Tenggara. Rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN IX telah
menyepakati pembentukan ASEAN Community pada tahun 2020 yang bersendikan
pada tiga pilar (komunitas ekonomi, politik keamanan dan sosial budaya), serta
kesepakatan mengenai rencana-rencana aksi untuk masing-masing pilar tersebut.
Selain itu, KTT ASEAN + 3 di Vientiene juga telah menghasilkan kesepakatan
untuk memprakarsai penyelenggaraan KTT Asia Timur (East Asian Summit)
pertama yang telah diadakan di Malaysia pada tahun 2005 lalu. Hal
tersebut telah menegaskan ASEAN sebagai pemegang peran kendali dalam proses
integrasi di kawasan Asia Timur.
Ketegangan antara
Jepang dan China menjadi isu yang menonjol di kawasan Asia akhir – akhir ini.
Ketegangan ini terjadi karena kedua belah pihak belum mampu mengatasi beban
sejarah masa lalu. Namun ketegangan tersebut tidak berubah menjadi
konflik terbuka. Bahkan tidak mengurangi kecenderungan kerja sama kawasan
yang menguat seperti dapat diselenggarakannya KTT Asia Timur pertama. Hubungan
RI - Timor Leste pada saat ini agak sedikit diterpa masalah yang salah satunya
berkaitan dengan penyerahan laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran dan
Rekonsiliasi atau CRTR oleh Pemimpin Timor-Leste, Presiden Zanana Gusmao ke
Sekjen PBB. Laporan tersebut berisi tentang berbagai dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh militer Indonesia terhadap warga Timor Leste selama wilayah itu
berada di bawah kekuasaan Indonesia. Penyampaian laporan tersebut telah
menimbulkan beberapa masalah bagi para pembuat kebijakan di Indonesia.
Pertama, kontroversi seputar isu laporan CRTR dikhawatirkan akan memicu
peningkatan suhu politik dalam hubungan bilateral kedua negara. Kedua,
kini terdapat urgensi untuk menangani klaim CRTR dengan cara yang tetap
menjunjung martabat kedua bangsa. Ketiga, ekspose pelanggaran HAM RI di Timor
Leste dikhawatirkan menghambat secara serius upaya Pemerintah RI saat ini untuk
memulihkan citra RI di dunia internasional sebagai negara yang telah menjadi
demokrasi ketiga terbesar di dunia. Korea Selatan dan Korea Utara semakin
meningkatkan kerja sama di bidang ekonomi, sosial dan budaya yang mendukung
terlaksananya pertemuan puncak antar Korea yang ke-II. Pertemuan tersebut
membuat kedua negara mencapai kemajuan kerja sama ekonomi yang cukup besar yang
meliputi berbagai sektor dan Seoul memusatkan perhatian pada pemberian bantuan
kemanusiaan kepada Korea utara dalam membangun negaranya. Kemudian dilakukan
pula kerja sama kelautan dan pertanian. Kedua Korea telah setuju untuk
mengadakan kerja sama pada perairan bebas di laut Barat, sedangkan di bidang
pertanian merupakan perpaduan antara lahan di Korea Utara, dengan modal dan
manajemen pertanian dari Korea Selatan. Selain itu, kerja sama di bidang
industri ringan dan pembangunan sumber-sumber mineral, juga merupakan aspek
baru pengembangan kemitraan.
Dari semua keberhasilan
kerja sama antar Korea tersebut, penyelesaian masalah nuklir Korea Utara juga
merupakan persoalan yang sangat penting. Pada perundingan segi enam pada
tanggal 9 September lalu, telah dicapai kesepakatan pernyataan bersama yang
antara lain menetapkan bahwa Korea Utara agar membuang program senjata
nuklirnya. Namun negara-negara peserta yang terdiri dari Korea Selatan, Korea
Utara, China, Jepang, Rusia dan Amerika Serikat itu belum dapat menentukan
jadwal perundingan selanjutnya, karena masih terdapatnya konflik antara Kora
Utara dan Amerika Serikat. Bagaimanapun masalah nuklir Korea Utara harus segara
dapat diselesaikan demi kemajuan kerja sama antar Korea secara khusus dan demi
mewujudkan keamanan di kawasan regional secara umum. Selain Korea Utara,
permasalahan krisis nuklir Iran pada saat ini kembali muncul dalam pembahasan
agenda internasional. Tiga negara Eropa (Jerman, Perancis dan Inggris) dan
Amerika Serikat menginginkan untuk membahas masalah ini di depan anggota Dewan
Keamanan PBB yang memiliki wewenang untuk penegakkan hukum antara lain
pengajuan sanksi dalam rangka membuat Teheran menghentikan semua program
pengayaan bahan bakar nuklir dan agar negara tersebut bersedia untuk memenuhi
masa pemantauan tiga tahun Badan Energi Tenaga Atom Internasional (IAEA)
terhadap program nuklir Iran yang dituduh oleh Amerika Serikat melakukan
program senjata nuklir secara terselubung. Berkaitan dengan masalah ini,
Indonesia mengharapkan krisis nuklir Iran menempuh solusi damai serta
mendorong pihak-pihak terkait isu krisis nuklir di Iran tidak tergesa-gesa
membawa persoalan tersebut ke Dewan Keamanan PBB. Indonesia juga akan terus
mendukung dan mendorong Iran untuk melakukan kerja sama yang erat dengan IAEA
agar kecurigaan yang ada tentang niat Iran untuk mengembangkan tenaga nuklir
untuk tujuan damai tidak ditafsirkan sebagai pengembangan ke arah militer. Upaya-upaya
perdamaian untuk penyelesaian konflik Palestina – Israel sudah banyak
dirundingkan dan disepakati, namun demikian implementasinya selalu kandas di
tengah jalan. Kekerasan yang terjadi di lapangan sangat menghambat pelaksanaan
kesepakatan yang telah dicapai di meja perundingan damai. Meskipun demikian,
upaya perundingan damai terus diupayakan dengan harapan dapat mencapai
penyelesaian final atas konflik Palestina – Israel tersebut. Menyusul
gagalnya pertemuan perundingan Camp David ke-2 pada bulan Juli 1999 dan
pecahnya kekerasan sejak bulan September 2000, Quartet (AS – Rusia – UE dan
PBB) pada tanggal 30 April 2003 telah mengeluarkan rencana perdamaian Palestina
– Israel yang dikenal dengan “Peace Road Map (Peta Jalan
Perdamaian/PJP)” bagi suatu penyelesaian akhir dan menyeluruh bagi konflik
Israel – Palestina. Melihat berbagai perkembangan lingkungan strategis baik
ditingkat internasional maupun regional, untuk mencapai kepentingan
nasional indonesia Deplu menjalankan total diplomasi yang digagas oleh Menlu
Hassan Wirayudha.
MENCAPAI KEPENTINGAN
NASIONAL DI DUNIA INTERNASIONAL
Upaya untuk mencapai
kepentingan nasional Indonesia di dunia Internasional dilaksanakan melalui
diplomasi. Dengan total diplomasi Diplomasi Indonesia yang dilaksanakan oleh
Departemen Luar Negeri (Deplu) turut mengaktualisasikan program dan prioritas
Kabinet Indonesia Bersatu yang pada intinya adalah melakukan diplomasi total
untuk ikut mewujudkan Indonesia yang bersatu, lebih aman dan damai, adil,
demokratis dan sejahtera. Dalam lingkup tugas dan kompetensi utama Deplu
sebagai penyelenggara hubungan luar negeri, Deplu berupaya melibatkan seluruh
komponen pemangku kepentingan untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan menerapkan agenda utama yang ditetapkan pemerintahan Presiden
Soesilo Bambang Yudhoyono dalam masa lima tahun mendatang.
Kepentingan nasional
Indonesia diterjemahkan kedalam visi Departemen luar negeri yang disebut
sebagai “Sapta Dharma Caraka”, yaitu: (1) Memelihara dan meningkatkan
dukungan internasional terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia; (2)
membantu pencapaian Indonesia sejahtera melalui kerja sama pembangunan dan
ekonomi, promosi dagang dan investasi, kesempatan kerja dan alih tekonologi;
(3) meningkatkan peranan dan kepemimpinan Indonesia dalam proses integrasi
ASEAN, peran aktif di Asia-Pasifik, membangun kemitraan strategis baru
Asia-Afrika serta hubungan antar sesama negara berkembang; (4) memperkuat
hubungan dan kerja sama bilateral, regional dan internasional di segala bidang
dan meningkatkan prakarsa dan kontribusi Indonesia dalam pencapaian keamanan
dan perdamaian internasional serta memperkuat multilateralisme; (5)
meningkatkan citra Indonesia di masyarakat internasional sebagai negara
demokratis, pluralis, menghormati hal asasi manusia, dan memajukan perdamaian
dunia; (6) meningkatkan pelayanan dan perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI)
di luar negeri serta melancarkan diplomasi kemanusiaan guna mendukung tanggap
darurat dan rekontruksi Aceh dan Nias dari bencana gempa dan tsunami; (7)
melanjutkan benah diri untuk peningkatan kapasitas kelembagaan, budaya kerja
dan profesionalisme pelaku diplomasi serta peranan utama dalam koordinasi
penyelenggaraan kebijakan dan hubungan luar negeri.
1. Memelihara dan meningkatkan dukungan internasional terhadap keutuhan
wilayah dan kedaulatan Indonesia.
Berkaitan dengan hal
pemeliharaan dan peningkatan dukungan internasional terhadap keutuhan wilayah
dan kedaulatan Indonesia, diplomasi Indonesia telah memainkan peranan penting semenjak
masa perjuangan untuk merebut kemerdekaan. Pada waktu itu, diplomasi
Indonesia telah berhasil mencari dukungan dan pengakuan internasional terhadap
kemerdekaan Indonesia. Lebih lanjut, diplomasi juga memainkan peranan
penting dalam menjaga keutuhan NKRI. Upaya ini dilakukan baik melalui
diplomasi bilateral maupun multilateral. Dengan perubahan lingkungan
internasional dan regional, upaya pencapaian kepentingan nasional dalam hal ini
mendapatkan hambatan dengan munculnya aktor-aktor baru dalam hubungan
internasional. Dukungan NGOs terhadap separatisme dan pemberitaan media
massa untuk pembentukan opini internasional semakin menyulitkan upaya diplomasi
Indonesia.
Pelaksanaan Kebijakan
Luar negeri RI demi mewujudkan kepentingan nasional RI di Pasifik Selatan
terutama ditujukan untuk menjamin dukungan dari negara-negara kunci di kawasan,
terutama Australia, Selandia Baru, Papua Nugini dan Fiji, bagi keutuhan dan
kedaulatan wilayah RI, khususnya di bagian Timur Indonesia, dan mendorong
rekonsiliasi permanen dalam hubungan RI dan Timor Leste. Hubungan dengan
Australia telah semakin dipererat dengan kunjungan Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono pada tahun 2005 dan telah menghasilkan Pernyataan Bersama Kemitraan
Komprehensif yang memperkokoh hubungan antar pemerintah dan anatar masyarakat.
Pemerintah Asutralia terlihat tetap konsisten dalam mendukung upaya Pemerintah
RI dalam menyelesaikan masalah separatisme dengan jalan damai seperti misalnya
kebijakan otonomi khusus di Papua, dan merupakan pemberi bantuan terbesar
kepada Indonesia dalam bencana tsunami di Aceh dan Sumatera Utara. Upaya
pelibatan atau engagement Indonesia dengan negara-negara Melanisia di
Pasifik terus dibina melalui keikutsertaan aktif dalam forum-forum di kawasan
khususnya PIF dan Dialog Pasifik Barat Daya (SWPD) yang telah memberikan hasil
politik yaitu tidak digunakannya forum-forum kawasan tersebut untuk mendukung
kemerdekaan Papua. Sebagai mitrawicara PIF, Indonesia menjalankan peranan
penghubung antara PIF dengan ASEAN dan menampilkan berbagai permasalahan
kemanan dan pembangunan kawasan serta pencapaian Indonesia khususnya dalam hal
rekonstruksi dan proses perdamaian di Aceh, dan perkembangan Otonomi Khusus di
Papua. Indonesia juga turut memfasilitasi keterlibatan para anggota PIF dalam
pertemuan kontra-terorisme tingkat menteri di kawasan yang dikenal dengan
sebutan “the Bali Process”. Sementara itu, pertemuan tingkat menteri
dengan negara-negara anggota SWPD (Indonesia, Australia, Selandia Baru, Papua
Nugini, Filipina, Timor Leste) terutama membicarakan permasalahan dalam kerja
sama sosial budaya dan keamanan (khususnya terorisme dan kejahatan
transnasional).
2. Membantu pencapaian Indonesia sejahtera melalui kerja sama pembangunan dan
ekonomi, promosi dagang dan investasi, kesempatan kerja dan alih tekonologi.
Krisis moneter yang
terjadi pada pertengahan tahun 1997 berdampak besar bagi perekonomian
Indonesia. External creditor dan juga investor asing menarik diri,
maka dengan sendirinya sumber-sumber dana jangka pendek yang menjadi pendukung
utama bagi perekonomian Indonesia juga ikut berkurang. Secara bertahap krisis
ekonomi di Indonesia telah berkembang menjadi krisis yang bersifat multidimensi
yang melibatkan unsur sosial, politik, etnis, terutama masalah disintegrasi
bangsa. Merosotnya nilai rupiah hingga ke titik terendah didorong oleh krisis
kepercayaan pihak investor, baik domestik maupun asing terhadap kredibilitas
pemerintah yang saat itu tampaknya tidak berdaya dalam menanggulangi masalah
tersebut. Stabilitas keamanan yang tidak menentu menimbulkan keraguan investor
untuk melanjutkan penanaman modalnya di Indonesia dan tingginya resiko berusaha
yang disebabkan oleh melonjakanya inflasi. Sektor perdagangan terutama ekspor
dan impor, yang selama ini mendatangkan devisa utama dalam perekonomian
Indonesia, mengalami hambatan yang cukup besar. Demikian juga investasi sebagai
suatu bagian tak terpisahkan dari sektor perdagangan. Indonesia kehilangan
sumber foreign exchange yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai
transaksi dalam kegiatan ekonomi internasionalnya.
Pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang saat ini telah mencapai angka 5,5% ternyata masih
berada diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi di kawasana Asia Tenggara. Indikasi
pulihnya perekonomian Indonesia, menuntut perhatian yang cukup besar dari
pemerintah. Namun angka pertumbuhan tersebut belum cukup bagi upaya Indonesia
untuk mengentaskan kemiskinan, mengatasi pengangguran dan peningkatan mutu
pendidikan. Meskipun konsumsi dan investasi asing langsung cukup memberikan
kotribusi bagi pertumbuhan tersebut selama tahun 2005, namun masuknya investasi
asing di Indonesia masih relatif rendah. Oleh sebab itu penataan kembali
perekonomian Indonesia dari sisi makro perlu dilakukan secepatnya agar kegiatan
ekonomi mikro, seperti sektor industri/manufaktur dapat bertahan dan kembali
berjalan dengan baik. Manajemen yang baik sangat diperlukan dan waktu yang
dibutuhkan untuk kembali mencapai semuanya itu cukup panjang.
Pada masa pemerintahan
Presiden Abdul Rahman Wahid, salah satu upaya yang dilakukan untuk mendapatkan
kepercayaan dari luar negeri, dengan maksud untuk menarik investor asing ke
Indonesia adalah dengan dicanangkannya “diplomasi ekonomi”. Dalam
pidatonya di depan MPR pada tanggal 7 Agustus 2000, ia menyatakan:
“Upaya pemulihan
ekonomi nasional terus kita lakukan dengan mengundang masuknya investasi dari
luar negeri ke Indonesia. Sesungguhnya, minat para investor asing untuk menanam
modalnya di Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang besar amat tinggi.
Tetapi ini hanya dapat dicapai kalau kita sukses memperbaiki citra Indonesia,
sehingga kepercayaan internasional terhadap Indonesia pulih kembali.”
Pengertian diplomasi
ekonomi internasional adalah segala upaya untuk menjalin, meningkatkan dan
memanfaatkan hubungan atau kerjasama dan apabila diperlukan dengan menggunakan
kekuatan politik, untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi. Seperti yang telah
ditekankan, bahwa politik luar negeri Indonesia dirumuskan untuk memperjuangkan
suatu kepentingan melalui hubungan atau kerjasama dengan bangsa-bangsa di
dunia. Kepentingan tersebut dapat bersifat global, regional dan nasional. Sebagai
salah satu strategi Indonesia untuk menjalankan diplomasi ekonomi internasional
adalah dengan mempertimbangkan pembentukan FTA bilateral dengan negara-negara
terutama yang menjadi mitra dagang utama Indonesia seperti Jepang dan Amerika
Serikat. Menjalin hubungan FTA bilateral dengan Jepang merupakan salah satu
kebijakan yang diambil oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah
melakukan tiga kali pertemuan, kedua pihak mengusulkan kepada pemerintah
masing-masing untuk mulai merundingkan Economic Partnership Agreement
(EPA). Perundingan ini telah dimulai pada tangal 14 Juli 2005. Persetujuan
kerja sama ini dimotori oleh antisipasi Indonesia berkenaan dengan dibentuknya
FTA antara Jepaang dengan negara-negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia dan
Filipina, dimana negara-negara tersebut adalah pesaing utama Indonesia di pasar
Jepang. Setelah Jepang, Indonesia juga telah mengintensifkan pertemuan dengan
Amerika Serikat dalam rangka TIFA (Trade and Investment Facilitation and
Agreement). Sementara itu, dengan sejumlah negara lainnya seperti China,
Korea, India dan Australia serta Selandia Baru, apabila jalur FTA antara ASEAN
dengan negara-negara tersebut tidak cukup maksimal, maka ditempuhnya jalur FTA
bilateral mungkin dapat dipertimbangkan, misalnya seperti FTA bilateral yang
Indonesia-Australia sebagai bagian dari Comprehensive Agreement antara
kedua Negara yang baru saja diusulkan bersama oleh Presiden SBY dengan Perdana
Menteri John Howard. Berbagai hubungan FTA bilateral dengan negara-negara
tersebut sebaiknya tidak hanya dilakukan sebagai langkah defensif semata, namun
juga dijadikan sebagai suatu strategi diplomasi ekonomi yang efektif untuk
mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya demi tercapainya kehidupan
bangsa yang sejahtera, adil dan makmur.
Diplomasi Indonesia di
Kawasan Eropa juga salah satunya ditujukan untuk pencapaian kepentingan
ekonomi. Secara garis negara-negara Eropa, khususnya Eropa Barat merupakan
pangsa pasar tradisional untuk ekspor produk produk RI. Disamping sebagai
sumber pendanaan dan investasi serta berbagai kerjasama teknik. Hal ini sesuai
dengan ketetapan hati Pemerintah RI yakni membangun teknologi dan kapasitas
industri nasional dalam rangka memperkuat perekonomian bangsa di dalam era
globalisasi dewasa ini. Namun tidak kurang pula negara negara Eropa Barat masih
memberlakukan hambatan tariff dan non-tariff terhadap produk produk unggulan
RI, yang dikaitkan dengan kondisionalitas HAM, Eco-labelling dan isu
lingkungan hidup, demokratisasi serta good-governance.
3. Meningkatkan peranan dan kepemimpinan Indonesia dalam proses integrasi
ASEAN, peran aktif di Asia-Pasifik, membangun kemitraan strategis baru
Asia-Afrika serta hubungan antar sesama negara berkembang.
Salah satu peran
penting Indonesia dalam rangka mempertahankan dan menjaga stabilitas regional
adalah dengan berpartisipasi aktif di ASEAN dalam Asean Regional Forum
(ARF), East Asia Summit (EAS) serta secara berkesinambungan meningkatkan
hubungan kerja sama di berbagai bidang dengan negara-negara di kawasan Pasifik
Selatan. Dalam setiap partisipasinya, Indonesia selalu menekankan dan
memprioritaskan cara-cara damai (confidence building measures) dalam
menyelesaikan segala macam bentuk konflik yang terjadi dengan tetap berpegang
teguh pada prinsip politik luar negeri bebas aktif dan secara konsisten terus
mendukung setiap usaha menjaga perdamaian di kawasan dengan memperhatikan
prinsip-prinsip penghormatan terhadap integritas wilayah dan kedaulatan negara.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa ASEAN merupakan pilar utama bagi politik luar
negeri Indonesia. Itu artinya bahwa ASEAN berfungsi sebagai kendaraan utama bagi
Indonesia untuk melaksanakan hubungan luar negeri atau kerja sama negara-negara
kawasan Asia Tenggara dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Melalui ASEAN,
Indonesia juga dapat memproyeksikan norma dasarnya –prinsip regional
resilience and non-interference- terhadap wilayah sekitar kawasan. Oleh
karena itu, lingkungan yang kondusif dapat diciptakan secara kolektif untuk
kemajuan ekonomi bersama. Walaupun terdapat perbedaan budaya, kondisi
geografis, sistem politik dan tingkat kesejahteraan, negara-negara anggota
ASEAN telah menunjukan kesamaan etikad dalam mengutamakan kerja sama untuk
mencapai keuntungan dan kemakmuran bersama. Berdasarkan hal ini, diplomasi luar
negeri Indonesia di era globalisasi harus dapat membangun dan memelihara kerja sama
yang lebih luas dan efektif untuk memperoleh kemajuan yang subtantif dalam
penyelesaian konflik dan integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan
kondisi alamnya, kemampuan ekonomi dan kemauan politiknya untuk bergabung dalam
proses regional, Indonesia akan terus memainkan peran strategis demi kemajuan
dan terciptanya integrasi ASEAN. Peranan Indonesia di Asia Tenggara diperkuat
dengan partisipasinya untuk menyelesaikan konflik di Kamboja dan Filipina
Selatan serta ikut menjadi anggota dalam pasukan perdamaian PBB. Indonesia juga
memiliki inisiatif untuk melaksanakan diplomasi kemanusiaan dan turut serta
dalam proses pembentukan Masyarakat Asia Timur. Konferensi Tingkat Tinggi Asia
Timur (East Asia Summit) yang diadakan pada tanggal 14 Desember 2005
dihadiri oleh 10 negara ASEAN dan enam negara kunci di kawasan yaitu Australia,
China, India, Jepang, Korea Selatan dan Selandia Baru dan telah menghasilkan
kesepakatan bersama untuk membangun suatu masyarakat regional Asia Timur.
Kerjasama tersebut akan ditingkatkan dengan tujuan strategis bersama
untuk mendorong terbentuknya perdamaian, stabilitas dan kemajuan ekonomi di
kawasan.
ASEAN Regional Forum (ARF) yang dilahirkan sebagai respon dari berakhirnya perang dingin yang
menimbulkan ketidakpastian dalam hubungan internasional, ditandatangani pada
tahun 1995. ARF didirikan untuk menjaga dan meningkatkan perdamaian dan
keamanan di wilayah Asia-Pasifik melalui tiga tahap yaitu: confidence
building measures (CBM), preventive diplomacy dan conflict resolution.
Dalam penanganan bencana tsunami di kawasan Samudera Hindia, Pertemuan Tingkat
Menteri ARF ke-12 telah menyepakati untuk diaktifkannya kembali ARF Intersessional
Meeting on Disaster Relief (ISM on DR) yang sejak tahun 2000 sudah
tidak aktif. Bagi Indonesia pengaktifan kembali ISM on DR diharapkan mendukung
proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Indonesia, serta sekaligus untuk
mengembangkan kemampuan dan kesiapan masyarakat dalam menanggulangi bencana
alam. Pada pertemuan ARF CBMs on Regional Cooperation in Maritime Security
di Singapura, 2-4 Maret 2005, Indonesia menekankan bahwa isu keamanan maritim
di Selat Malaka harus dilihat secara komprehensif dimana diperlukan kerja sama
di bidang capacity building dan burden sharing antara negara
pantai dan negara-negara pengguna. Berkaitan dengan hal tersebut, Indonesia
bersama Jepang menjadi co-chairs dalam pertemuan ARF Workshop on
Capacity Building on Maritime Security di Tokyo, 19-20 Desember 2005. Indonesia
juga berperan aktif dalam pertemuan tahunan ARF Intersessional Meeting on
Counter Terrorism and Transnational Crimes (ISM CTTC) untuk kegiatan
pertukaran informasi intelijen dan peningkatan integritas dan keamanan dokumen.
Selanjutnya, Pada pertemuan ARF Seminar on Cyber Terrorism di
Cebu, Filipina, 3-5 Oktober 2005, Indonesia mengemukakan bahwa tanggapan suatu
negara terhadap ancaman cyber terrorism bisa beragam karena perbedaan
tingkat penguasaan dan pemanfaatan, serta ketergantungan pada teknologi
informasi dan tingkat kesadaran terhadap ancaman cyber terrorism. Oleh
karena itu. Indonesia terus mendorong peningkatan kapasitas, alih teknologi,
sosialisasi dan pertukaran informasi.
4. Memperkuat hubungan dan kerjasama bilateral, regional dan internasional di
segala bidang dan meningkatkan prakarsa dan kontribusi Indonesia dalam
pencapaian keamanan dan perdamaian internasional serta memperkuat
multilateralisme.
Untuk melaksanakan
pembangunan nasional, Indonesia memerlukan kondisi lingkungan regional dan
internasional yang kondusif. Untuk tujuan tersebut, Indonesia telah
melakukan berbagai upaya dalam memperkuat kerjasama bilateral, regional dan
internasional dalam pencapaian keamanan dan perdamaian internasional serta memperkuat
multilateralisme. Dalam kerangka upaya-upaya mewujudkan perdamaian di Timur
Tengah, Indonesia tetap konsisten mendukung perjuangan bangsa Palestina
berdasarkan Resolusi DK-PBB No. 242 (1967) dan No. 338 (1973), yang menyebutkan
pengembalian tanpa syarat semua wilayah Arab yang diduduki Israel dan pengakuan
atas hak-hak sah rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri, mendirikan
negara di atas tanah airnya sendiri dengan Al-Quds As-Sharif (Jerusalem)
sebagai ibukotanya serta prinsip “land for peace”. Indonesia selalu
menyambut baik upaya perdamaian yang sejalan dengan resolusi-resolusi yang
telah dikeluarkan oleh baik PBB maupun OKI, termasuk di antaranya Konferensi
Perdamaian Madrid (1991), Oslo (1993), Sharm Al Sheikh (1999), serta Peta Jalan
Perdamaian (Road Map) gagasan quartet AS, Russia, PBB dan UE yang
diharapkan dapat dilaksanakan sesuai jadwal. Indonesia mendukung prakarsa Quartet
(AS-Rusia-UE dan PBB) dan mengharapkan kedua negara dapat melaksanakan isi PJP
secara baik sehingga konflik Palestina – Israel yang telah berlangsung lebih
dari setengah abad dapat terselesaikan dan kedua negara dapat hidup
berdampingan secara damai. Dalam kaitan ini, Indonesia mendukung senantiasa menyambut
baik upaya perdamaian di kawasan Timur Tengah yang sejalan dengan
resolusi-resolusi yang telah dikeluarkan oleh PBB maupun OKI, termasuk di
antaranya Konferensi Perdamaian Madrid (1991), Oslo (1993), Sharm Al Sheikh
(1999) serta “Road Map for Peace” yang diprakarsai oleh Kwartet (AS, Russia,
PBB dan Uni Eropa) sehingga tercapai pembentukan negara Palestina yang merdeka.
Indonesia mengharap negara-negara pemrakarsa Road Map untuk terus
mengupayakan agar Road Map tersebut dilaksanakan oleh kedua negara,
Palestina-Israel. Presiden Abdurahman Wahid pernah melakukan pertemuan dengan
Menteri Luar Negeri AS, dan Ketua Sinagog Yahudi di AS, dalam rangka menjajagi
kemungkinan Indonesia berperan sebagai mediator penyelesaian damai konflik Arab
– Israel. Namun, mendapatkan masukan negatif dari Menlu AS, sementara Ketua
Sinagog Yahudi hanya menyarankan agar Pemerintah Indonesia menyosialisasikan
kepada masyarakat muslim Indonesia bahwa konflik tersebut bukan merupakan
konflik antaragama. Di samping itu, dalam masa pemerintahannya, Presiden
Abdurahman Wahid telah melontarkan wacana kemungkinan pemulihan hubungan
perdagangan RI – Israel, namun mendapatkan tantangan yang sangat keras dari
masyarakat Indonesia. Dalam rangka upaya mediasi penyelesaian konflik Palestina
- Israel, Indonesia mempertimbangkan untuk tidak hanya berbicara dengan
Palestina saja, namun juga dengan Israel dalam kapasitas informal dan low
profile. Dengan demikian, maka pertemuan informal Menlu RI dengan
Menlu Israel yang berlangsung di sela-sela Pertemuan Sidang PBB di New York
bulan September 2005 lalu dilaksanakan dalam konteks ini. Pertemuan dengan
Israel tersebut tidak berarti mengindikasikan adanya suatu pengakuan diplomatik
terhadap negara Israel. Pertemuan tersebut berlangsung dengan sepengetahuan
pihak Palestina dan dimaksudkan untuk memajukan kepentingan Palestina. Saat
ini, Indonesia tengah berupaya untuk memberikan kontribusi positif dalam
penyelesaian kasus nuklir di Korea Utara dan Iran.
5. Meningkatkan citra Indonesia di masyarakat internasional sebagai negara
demokratis, pluralis, menghormati hal asasi manusia, dan memajukan perdamaian
dunia.
Upaya untuk meningkatan
citra Indonesia di masyarakat internasional dilakukan dengan promosi pariwisata
dan budaya dengan berbagai negara di dunia. Selain berbagai pembicaraan
tingkat tinggi, Indonesia juga mendorong hubungan antarmasyarakat atau disebut
juga people-to-people contact terutama melalui pelatihan pertanian,
pertukaran kebudayaan dan beasiswa seni-budaya.
Salah satu contoh
adalah program penyuluhan budidaya padi oleh tenaga ahli pertanian RI di Fiji
yang telah berlangsung dengan sukses dan mendapat sambutan luas dari masyarakat
setempat sebagai awal dari produksi beras di Fiji. Sementara itu, program beasiswa
seni-budaya telah memfasilitasi rakyat negara-negara Pasifik Selatan yang
tergabung dalam SWPD untuk mempelajari kesenian Jawa, Sunda dan Bali di
berbagai kota di Indonesia. Dengan demikian, maka untuk membina hubungan yang
lebih erat dengan masyarakat Melanisia Pasifik, Pemerintah Indonesia nampaknya
dapat mewujudkan berbagai skema kerja sama praktis dalam bentuk pendidikan dan
pelatihan, khususnya di bidang penegakkan hukum dan perluasan beasiswa yang
tidak hanya mencakup SWPD tetapi juga negara-negara PIF (misalnya Kiribati,
Tuvalu), serta peningkatan program penyuluhan pertanian yang tidak hanya
melalui skema Kerja sama Teknik antara Negara-Negara Berkembang (KTNB) tetapi
juga dengan memanfaatkan peluang kerja sama dengan negara-negara donor pihak ketiga. Promosi
citra Indonesia ini juga dengan intensif dilakukan di seluruh belahan dunia.
6. Meningkatkan pelayanan dan perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) di
luar negeri serta melancarkan diplomasi kemanusiaan guna mendukung tanggap
darurat dan rekontruksi Aceh dan Nias dari bencana gempa dan tsunami.
Dalam rangka diplomasi
kemanusiaan, Indonesia berhasil mengadakan tsunami summit di Jakarta
pada tanggal 6 Januari 2005 berkenaan dengan bencana gempa bumi dan tsunami
yang melanda beberapa negara di Kawasan Asia. Pertemuan ini bertujuan untuk
menghasilkan penyelesaian secara transparan dan konkret dalam rangka membantu
para korban yang sangat membutuhkan pertolongan dengan cepat. Masalah yang
dibicarakan dalam pertemuan ini menyangkut beberapa hal seperti: bagaimana cara
mengurangi beban bagi negara-negara yang terkena musibah tersebut; bagaimana
cara pencegahan yang tepat untuk mengurangi angka kematian bilamana terjadi
bencana yang serupa di masa yang akan datang; bagaimanakah peranan PBB beserta
organisasi internasional lainnya; langkah-langkah apa yang mesti ditempuh untuk
memastikan penggalangan dana yang berkelanjutan; serta bagaimana cara
mengembangkan sistem peringatan dini yang efektif di kawasan negara-negara yang
rawan bencana. Pertemuan tersebut telah membangkitkan munculnya bantuan
kemanusiaan masal dari masyarakat internasional, dimana salah satunya tercermin
dari penawaran debt moratorium bagi Indonesia. Untuk memastikan
efektifitas dari perolehan sumbangan, Pertemuan meminta PBB untuk menggerakkan
dukungan internasional, dan menunjuk perwakilan khusus dari Sekretariat PBB
untuk meningkatkan koordinasi antar negara-negara donor, organisasi
internasional dan organisasi non-pemerintah dalam memberikan bantuan kepada
pemerintah negara yang tertimpa musibah. Diplomasi kemanusiaan tersebut
berfokus pada usaha diplomasi Indonesia yang bertujuan untuk membangkitkan
serta memelihara nilai-nilai etis dan kemanusiaan dalam hubungan internasional,
mempromosikan solidaritas global dan mendorong perasaan “kekitaan” antar negara
serta pada akhirnya adalah mengaktualisasikan usaha bersama dalam mengatasi
tragedi kemanusiaan.
7. Melanjutkan benah diri untuk peningkatan kapasitas kelembagaan, budaya
kerja dan profesionalisme pelaku diplomasi serta peranan utama dalam koordinasi
penyelenggaraan kebijakan dan hubungan luar negeri.
Berbagai perencanaan
kegiatan diplomasi di masa yang akan datang harus didukung dengan tata
kelembagaan yang kuat dan kapasitas mesin diplomasi yang memadai baik dari segi
sarana maupun sumber daya manusia yang berkualitas, dengan selalu menerapkan
prinsip-prinsip good governance. Disamping melanjutkan proses penataan
kelembagaan, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia akan terus memberikan
perhatian dalam upaya menciptakan tertib fisik, administrasi, keuangan dan
tertib waktu. Selain itu, pembenahan pengamanan jaringan komunikasi juga sangat
diperlukan guna menciptakan misi diplomatik yang aman.
BAB III
KESIMPULAN
Salah satu upaya
pencapaian kepentingan nasional di dunia internasional dilaksanakan melalui
diplomasi yang diterjemahkan sebagai politik luar negeri. Pelaksanaan
politik luar negeri Indonesia agar semakin aktif dalam mengamankan
kepentingan-kepentingan nasional Indonesia merupakan tuntutan guna menjawab
berbagai masalah dan tantangan di dalam negeri. Kenyataan bahwa Indonesia
merupakan negara demokratis, memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia
yang melimpah, negara yang memiliki penduduk beragama Islam terbesar didunia
dan posisi strategis kepulauan Indonesia dapat dijadikan modal yang kuat bagi
Indonesia untuk lebih percaya diri dan berperan aktif di dunia internasional.
Untuk menciptakan
bangsa Indonesia yang adil dan sejahtera dengan jalan pemulihan ekonomi, upaya
diplomasi dalam bidang ekonomi harus terus ditingkatkan secara berkelanjutan
antara lain dengan jalan promosi ekspor, promosi investasi dan pariwisata,
memperluas kesempatan kerja di luar negeri, mengatasi beban hutang negara dan memajukan
kerja sama teknis baik secara bilateral, regional dan multilateral.
Diplomasi juga harus difokuskan pada upaya meyakinkan dunia internasional
mengenai iklim TTI (trade, tourism, and investment) yang kondusif di
Indonesia.